Memang Gasing adalah permainan
tradisional Melayu Tua yang hampir ada disemua wilayah Asia Tenggara,
dimana setiap wilayah itu mempunyai ciri khas yang berbeda tentang
permainan ini. Terlebih di Indonesia hampir diseluruh penjuru nusantara
pun memilki tradisi yang berbeda mengenai permainan ini, termasuk nama
untuk setiap wilayah di Indonesia pun berbeda.
Minsalnya masyarakat Jawa Barat dan DKI Jakarta menyebutnya Gangsing atau Panggal. Masyarakat Lampung
menamaninya Pukang, warga Kalimantan Timur menyebutnya Begasing,
sedangkan di Maluku disebut Apiong dan di Nusa Tenggara Barat dinamai
Maggasing. Nama maggasing atau Aggasing juga dikenal masyarakat Bugis di
Sulawesi Selatan. Sedangkan masyarakat Bolaang Mongondow di daerah Sulawesi Utara mengenal Gasing dengan nama Paki. Orang Jawa Timur menyebut Gasing sebagai kekehan. Sedangkan di Yogyakarta,
gasing disebut dengan dua nama berbeda. Jika terbuat dari bambu disebut
Gangsingan, dan jika terbuat dari kayu dinamai pathon. Hanya masyarakat
Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat, Tanjungpinang dan Kepulauan Riau yang
menyebut Gasing. (Sumber : Wikipedia)
Dari beberapa penamaan diatas
menunjukkan bahwa permainan ini sangatlah majemuk. Di Gayo khususnya
masyarakat juga menamainya dengan Gasing sama seperti beberapa wilayah
di bagian Sumatra lainnya. Di Gayo permainan ini mempunyai arti
tersendiri dan penamaannya pun sangatlah banyak, mulai dari cara membuat
sampai menjadi Gasing hingga memainkannya pun mempunyai banyak nama
(istilah), hal ini diperoleh dari hasil penelusuran panitia Festival
Gasing Gayo 2011 kesejumlah tempat dikecamatan Pegasing kabupaten Aceh
Tengah guna untuk mengumpulkan data teknis dan tata cara permainan
Gasing Gayo yang pertama diselenggarakan di Aceh Tengah secara resmi.
Hasil dari telusuran panitia saat itu,
mendapatkan banyak sekali manfaat yang bisa ditulis tentang permainan
yang mulai dilupakan ini, dahulu orang Gayo biasa memainkan Gasing dalam
waktu tertentu dan yang paling sering dilakukan adalah pada saat
bersawah (Gayo : Berume) dimulai, dimana semua masyarakat mencari kayu
tonggak pagar (Gayo : betersik) guna dijadikan sebagai lahan semai bibit
pada yang disemai di petakan sawah (Gayo : Penyemen). Sisa dari
kayu-kayu yang dijadikan pagar itulah yang dibuat Gasing.
Akan tetapi, istilah Tersik tidaklah sepenuhnya benar dijadikan buat Gasing, dikarenakan Tersik bisa
digunakan untuk keperluan lain bukan Gasing saja, biasanya orang Gayo
bila ingin membuat Gasing maka kayu yang akan dibuat Gasing tadi
dinamakan dengan Aging. Dan dalam bahasa Gayo lebih dikenal dengan sebutan, “Ike Tersik gere tentu tos kin Gasing, tapi ke Aging nge pasti tos kin Gasing”.
Kata Aging sudah mulai tidak dikenal dikalangan anak-anak Gayo mereka lebih mengenal Tersik dijadikan buat Gasing bukan Aging. Setelah Aging, barulah
pembuatan Gasing dimulai hingga menjadi bentuk yang sebenarnya dan siap
untuk memainkan. Sebelum Gasing jadi kebentuk sempurnanya, masih ada
istilah-istilah lain ni Urang Gayo, seperti Turun, Ulu, dan baru menjadi Gasing. Turun adalah Aging yang telah diolah tadi sudah berbentuk runcing, tetapi lingkaran Gasing belum dibuat. Setelah turun kemudian membuat Ulu atau
kepala Gasing, dan barulah menjadi Gasing yang sebenarnya, seperti yang
kita kenal selama ini.
Istilah-istilah lain yang mulai dilupakan dalam permainan Gasing Gayo kata Parianto seperti Adu Mess. Adu
Mess dijadikan sebagai alat undian untuk mengetahui siapa yang terlebih
dahulu untuk memangka Gasing lawan yang dilakukan dengan Cara kedua
belah pihak memutar Gasing sekuat-kuatnya hingga berhenti, dan Gasing
siapa yang terlebih dahulu berhenti dinyatakan dengan sebagai penahan
(Gayo : Peneging) dan yang menang dinyatakan sebagai Pemangka.
Setelah itu jenis pukulan pemangka pun dalam permainan Gasing Gayo dibedakan menjadi tiga kategori, yang pertama Tibuk, Panci, dan Timung. Pukulan-pukulan yang dipakai sesuai dengan perjanjian antara kedua belah pihak yang akan memainkan pertandingan Gasing.
Penamaan dalam permainan Gasing pun
mempunyai isitilah-istilah tersendiri, pertama sewaktu pemangka memukul
Gasing Peneging dan ternyata Gasing pemangka setelah mengenai Gasing
peneging berputar dengan kepala bukan yang seharusnya Gasing pemangka
berputar dengan bagian runcingnya maka Gasing pemangka dinyatakan kalah
dalam bahasa Gayo hal ini dikenal dengan istilah “Cicir”.
Kedua, apabila Gasing pemangka setelah
memukul Gasing peneging ternyata Gasing pemangka keluar dari arena
permainan maka Gasing pemangka juga dinyatakan kalah dalam bahasa Gayo
lebih dikenal dengan istilah “Remong”.
Ketiga, apabila Gasing pemangka mengenai
Gasing peneging dan ternyata gasing peneging masih berputar maka Gasing
peneging berhak untuk dipukul dengan tali pemutar dalam bahasa Gayo
dikenal dengan sebutan “Rampas”.
Cara penilaian pemenang pertandingan
Gasing dilakukan dengan cara menghitung pukulan pemangka apabila terjadi
ketiga hal diatas maka Gasing pemangka dinyatakan kalah dan dimenangkan
oleh Gasing peneging, dan sebaliknya apabila Gasing pemangka
melaksanakan tugasnya dengan sempurna maka Gasing peneging dinyatakan
kalah dari Gasing pemangka. Dan setelah itu giliran Peneging yang
menjadi Pemangka. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali kesempatan sesuai
dengan kesepakatan masing-masing pihak yang bertanding.
sumber : www.lintasgayo.com/
sumber : www.lintasgayo.com/